Pages

Wednesday, March 26, 2014

BELAJAR EFEKTIF DAN MENYENANGKAN


Damai Sejahtera Nusantara,
Materi dari artikel yang beta buat ini merupakan materi yang dibawakan pada Parenting Skill DPD Maluku. Sebagai ajang bagi Bunda-bunda untuk pembelajaran biar bisa tampil sebagai pemateri. Judul materi ‘Belajar Efektif dan Menyenangkan’ ini beta pilih mengingat Kita sebagai orangtua yang berkewajiban sebagai pendidik bagi anak-anak kita, dan proses pendidikan yang kita terapkan adalah pembelajaran SBR (Sekolah Berbasis Rumah), sehingga haruslah memberikan sarana, prasarana dan fasilitas serta metode yang bisa mengefektifkan kegiatan pembelajaran bagi anak. Semoga bisa sebagai referensi bagi Katong semua.
BELAJAR EFEKTIF DAN MENYENANGKAN



Belajar memang bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja. Mulai dari anak- anak hingga orang yang sudah tua sekalipun masih harus belajar.
Banyak faktor yang menyebabkan ketidakmampuan anak dalam menyerap pelajaran yang diberikan pengajar diantaranya bermula dari proses pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan. Sebagai akibatnya anak menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi yang disampaikan.

Sebuah pernyataan yang patut menjadi renungan bagi para pengajar adalah apa yang diungkapkan oleh Andi Wira Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa “Sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah pengajar yang membosankan, suasana belajar yang membosankan.” Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, anak terkesan pasif menerima materi pelajaran.(hhtp//www.hendryrisjawan.com).
 
Apakah Belajar Itu?
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. (id.wikipedia.org)
Dengan belajar, seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang.

Ada empat area yang disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
  1. Citra diri dan perkembangan kepribadian
  2. Latihan keterampilan hidup
  3. Cara berpikir atau pola pikir
  4. Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik
  5. Rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan
Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; "Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian." Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka bereksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja.

Anak-anak juga cenderung bertanya tentang segala hal yang tampak baru bagi mereka. Untuk itu dibutuhkan kesabaran orangtua untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka. Karena rasa ingin tahu ini adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar.
Ada orangtua yang beraksi dengan cara lain, yaitu dengan tidak menghiraukan atau mendiamkan anak, atau hanya menjawab seadanya agar anak segera berhenti bertanya. Sadar atau tidak, pola asuh orangtua mengajar memiliki andil dalam membentuk anak-anak kita menjadi aktif atau pasif.
Selain itu, anak juga banyak belajar dengan cara meniru orang dewasa. Mereka mencontoh orang dewasa dengan melihat dan mengamati, atau dengan mendengar. Saat anak mencontoh hal negatif, maka saat itu juga orangtua perlu memberi penjelasan tentang hal tersebut beserta dampaknya dan berusaha mengoreksinya.

Pembelajaran yang Menyenangkan
Istilah pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh orangtua dan aktivitas belajar berkaitan dengan anak. Hal ini seperti yang diungkap oleh Munib Chatib bahwa pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara orangtua sebagai pemberi informasi dan anak sebagai penerima informasi. Sementara Achjar Chalil mendefiniskan pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pengajar dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Arief.S Sadiman pembelajaran adalah proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau media tertentu (Arief S. Sadiman, dkk., 1990, hlm. 11).
 
Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran memuat tiga unsur penting yaitu :
1. Proses yang direncanakan pengajar,
2. Sumber belajar,
3. Anak yang belajar.
 
Urgensi Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam keseluruhan proses pengajaran, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Pembelajaran efektif adalah apabila terciptanya suasana yang menimbulkan konsentrasi belajar anak. Menurut hasil penelitian, konsentrasi yang tinggi meningkatkan hasil belajar. Dalam penelitian mengenai otak dan pembelajaran menungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari seorang tercurah) maka struktur system syaraf kimiawi seseorang berubah. Di dalam diri seseorang tercipta hal-hal baru seperti jaringan syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru.(Dra. Indrawati, M.Pd dan Drs. Wawan Setiawan, 2009, hlm. 22).

Usia Efektif Belajar
Kapan waktu yang paling tepat bagi seorang anak untuk belajar secara optimal? Teori perkembangan kognitif Piaget memberi penekanan pada faktor kematangan atau kesiapan dalam belajar, artinya ada masanya bagi seorang anak untuk belajar sesuatu. Sebab itu adalah sia-sia jika kita mengajarkan sesuatu kepada anak sebelum waktunya. Misalnya, anak yang belum memasuki tahap perkembangan kognitif praoperasional (2-7 tahun) umumnya masih akan mengalami kesulitan dalam belajar bahasa karena belum mampu menggunakan simbol-simbol. Oleh karena itu, penganut teori Piaget berpendapat bahwa adalah sia-sia mengajar bahasa (di luar bahasa ibu) kepada anak usia di bawah lima tahun.

Namun belakangan ini berkembang teori belajar yang bisa kita baca dalam buku Accelerated Learning for the 21st Century oleh Colin Rose dan Malcolm J. Nitcholl, yang mengatakan bahwa sejak lahir sampai dengan usia 10 tahun adalah masa-masa yang sangat penting dan peka bagi anak untuk belajar. Disebutkan bahwa 50% kemampuan belajar anak dikembangkan pada masa empat tahun pertama, 30% dikembangkan menjelang ulang tahunnya yang ke-8, dan tahun-tahun yang amat penting tersebut merupakan landasan atau penentu bagi semua proses belajarnya di masa depan.
Berdasarkan teori tersebut, anak perlu diberi banyak rangsangan pada masa empat tahun pertama agar ia belajar dan menyerap banyak hal. Tahun-tahun pertama inilah yang justru merupakan saat tepat dan ideal bagi anak untuk belajar lebih dari satu bahasa. Dikatakan juga bahwa semua anak sebenarnya jenius di bidang bahasa.

Perlu diketahui bahwa kapasitas otak manusia tidak terbatas. Seseorang bisa terus belajar sejak lahir sampai akhir hidupnya. Menurut Antonia Lopez, "Tugas utama orang dewasa adalah menyediakan sebanyak mungkin kesempatan yang sesuai dengan tingkat umur dan mengembangkannya secara bertahap." Otak pun akan mampu bekerja secara efektif bila digunakan secara teratur. Ada pepatah kuno berbunyi demikian; "If you don't use it, you lose it"-Jika tidak digunakan, Anda akan kehilangan otak Anda.


Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan
Dalam rangka menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, beberapa hal yang harus dilakukan oleh pengajar antara lain :
1.   Mencintai Anak
Prof. Diamond, seorang ahli saraf, mengingatkan bahwa cinta merupakan resep paling penting dalam dunia pengajaran anak. Kehangatan dan kasih sayang adalah faktor utama dalam mendukung perkembangan seutuhnya.
Modal awal untuk menjadi orangtua adalah cinta yang dilengkapi dengan kesadaran dan pengetahuan. (Charlotte Mason, A Thinking Love).
"Dengan kebahagiaan, niat yang luhur akan datang, dan pembelajaran yang menyenangkan akan terlaksana. Jika sudah demikian, anak-anak akan belajar dengan suka cita. Tak ada bentakan, tak ada makian, apalagi cacian. Dengan cinta, pengajaran akan teriaplikasi lebih nyata dan semoga bermanfaat dalam kehidupan,"
2.   Menyapa Anak Dengan Ramah Dan Bersemangat
Menciptakan awal yang berkesan adalah penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya. Jika awalnya baik, menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih hidup dan menggairahkan.
Oleh karena itu selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberikan sapaan hangat kepada anak. Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah memantulkan energy positif yang dapat mempegaruhi semangat para anak.
  3.   Pakailah Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas
Ubahlah segala sesuatu yang ada di sekitar kita menjadi pengalaman belajar. Marzollo dan Lloyd berkata demikian; "Semuanya tersedia di sekitar Anda."
 4.   Menciptakan Lingkungan Tanpa Stres / Suasana Rileks
Anak tidak bisa belajar efektif dalam keadaan stres. Syarat pembelajaran yang efektif adalah lingkungan yang mendukung dan menyenangkan. Belajar perlu dinikmati dan timbul dari perasaan suka serta nyaman tanpa paksaan. Untuk menciptakan lingkungan tanpa stres bagi anak, penting bagi orangtua agar rileks dan tidak menetapkan target atau menuntut anak melebihi kemampuannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tuntutan dari orangtua dengan budaya yang berbeda. Orangtua dari budaya Jepang dan Cina menetapkan standar yang lebih tinggi terhadap prestasi anak, mengevaluasi dengan ketat hasil yang diperoleh, dan mendorong anak untuk bekerja lebih keras. Sedangkan orangtua Amerika lebih menekankan kemampuan dasar (IQ) anak daripada kerja keras dalam mencapai prestasi akademik. Sebenarnya perlu bagi orangtua untuk merefleksi diri dan menjawab dengan jujur pertanyaan; "Apakah yang saya lakukan ini adalah untuk kepentingan anak saya atau untuk kepentingan diri saya sendiri?"

5.   Memotivasi Anak dan Memberi Dorongan positif
Berdasarkan penelitian, anak sejak usia dini rata-rata menerima enam komentar negatif untuk satu dorongan positif yang diterimanya. Padahal dorongan positif memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membangun rasa percaya diri anak dan memacu semangat agar anak berprestasi dengan lebih baik lagi.
Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri peserta didik yang akan belajar. Respon yang baik tersebut, akan berubah menjadi sebuah motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa terdorong untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan antusias. Sehingga tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Peserta didik yang antusias dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan berhasil lebih besar dibanding mereka yang mengikuti proses dengan terpaksa atau asal-asalan. Kebanyakan pengajar mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan.
 6.   Menggunakan Kelima Indra Anak sebagai Jalur Belajar
Bagian neokorteks dari otak kita terbagi dalam beberapa fungsi khusus seperti fungsi berbicara, mendengar, melihat dan meraba. Jika ingin memiliki memori yang kuat, kita harus menyimpan informasi dengan menggunakan semua indera kita - melihat, mendengar, berbicara, menyentuh, dan membaui.
Menurut Vernon A. Magnesen dalam Quantum Teaching, kita belajar 10% dari apa yang kita baca; 20% dari apa yang kita dengar; 30% dari apa yang kita lihat; 50% dari apa yang kita lihat dan dengar; 70% dari apa yang kita katakan; dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
 7.   Menggunakan Ice Breaking
Suasana yang dimaksud adalah kaku, dingin, atau beku sehingga pembelajaran saat itu menjadi kurang nyaman. Ice breaking berguna untuk menaikkan kembali derajat perhatian peserta pelatihan (training). Hal ini perlu dilakukan oleh pengajar karena berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi pada satu fokus tertentu hanyalah sekitar 15 menit. Setelah itu konsentrasi seseorang sudah tidak lagi dapat memusatkan perhatian (fokus).
Seorang pengajar harus peka ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa anak sudah tidak dapat konsentrasi lagi . Ice breaking bisa berupa yel-yel, tepuk tangan, menyanyi, gerak dan lagu, gerak anggota badan, dan games.
 8.   Memanfaatkan Sarana Bermain untuk Belajar
Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain adalah metode belajar yang paling efektif. Anak-anak belajar dari segala kegiatan yang mereka lakukan. Kuncinya adalah bagaimana mengubah kegiatan bermain menjadi pengalaman belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor emosi sangat penting dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Ketika suatu pelajaran melibatkan emosi positif yang kuat, umumnya pelajaran tersebut akan terekam dengan kuat pula dalam ingatan. Untuk itu, dibutuhkan kreatifitas pengajar dan orangtua untuk menciptakan permainan-permainan yang dapat menjadi wadah dan sarana anak untuk belajar, misalnya melalui drama, warna, humor, dan lain-lain.
 9.   Menggunakan Metode Yang Variatif

Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan, kecerdasan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Paling tidak ada 4 gaya belajar anak seperti yang diungkapkan Howard Gardner yaitu Auditory, Visual, Reading dan Kinesthetic. Pengajar perlu menyadari bahwa anak dalam satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua anak belajar dengan latar belakang yang berbeda tersebut pengajar dapat menggunakan metode yang bervariasi. 

Tips Belajar Efektif untuk memudahkan Anak memahami suatu pelajaran, yaitu :
A. Mengerti bukan Menghapal
Kalau anda menghapal sesuatu belum tentu anda mengerti. Saat Anda mengerti topik yang dipelajari, secara otomatis anda akan paham. Pemahaman ini yang akan membantu anda menganalisa jawaban. Jadi, biar soalnya diputar-putar, Anda pasti bisa jawab. Kuncinya, baca berulang-ulang, tanpa anda sadari hapalan itu bakal melekat di ingatan dengan sendirinya.

B.  Lebih banyak membaca
Membaca bisa memperluas ilmu pengetahuan kita. Untuk mengetehaui lebih banyak materi pelajaran maka sebaiknya perbanyak membaca, sehingga lebih banyak buku yang kita baca maka semakin luas ilmu yang kita dapatkan.

C. Catatlah / Rangkumlah inti materi pelajaran sehingga menjadi sebuah ringkasan
Dengan mencatat inti materi pelajaran maka akan lebih mudah bagi kita untuk mengingat dan menghapal materi yang penting dan juga memudahkan kita dalam menemukan jawaban. Pasti ada materi pokok. Incarlah ini dan ringkaslah sehingga memudahkan dalam memahami setiap detail pelajaran, sehingga mampu memagang kuat apa yang sebenarnya harus dikuasai.

D. Pilihlah waktu yang tepat
Belajar yang efektif harus memerlukan waktu yang tepat. Jika kita belajar pada saat yang kurang tepat maka materi yang sedang kita pelajari tidak akan maksimal tersimpan di otak kita, misalnya ketika mata sudah sangat mengantuk, maka tidak akan bisa membuat kita konsentrasi dalam belajar, oleh karena itu pikiran dan juga badan harus dalam keadaan fresh agar materi lebih mudah dimengerti dan dipahami.

E.  Ciptakan suasana yang nyaman
Buatlah ruang khusus belajar, meskipun ruangan tersebut tergabung dalam kamar anak, karena suasana yang nyaman bisa membuat pikiran menjadi tenang sehingga materi pelajaran yang akan kita pelajari akan lebih cepat diterima otak.

F.  Aktif dan Kreatif dalam mengikuti pelajaran
Jangan membiarkan Anak menunggu pendidik mengajukan sebuah pertanyaan. Mulai sekarang, mulailah bertindak aktif ketika sedang dalam proses cara belajar efektif mengajar. Jangan pasif. Dengan begitu, hal-hal yang sekiranya benar-benar belum anda pahami mempunyai peluang lebih besar untuk langsung dijelaskan solusinya oleh anda.

G. Belajar berkelompok
Dengan menerapkan belajar bersama atau kelompok, nantinya akan bisa saling sharing dengan teman-teman yang lain mengenai pokok-pokok materi pelajaran yang mungkin sulit dipecahkan atau dipahami.

H. Belajar dengan Praktik
Jika belajar hanya dengan membaca (teori) saja, bisa menyebabkan jenuh, dengan melakukan praktik bisa membuat sebuah acara belajar jadi mengasyikan, sekalian membuktikan kebenaran teori tersebut.

I.    Belajar dengan Rutin
Dengan belajar dengan rutin, kita bisa mengingat pelajaran yang dahulu pernah diajarkan oleh pengajar maupun belum pernah diajarkan. Belajar jangan terlalu lama, namun sering anda belajar, seperti pagi 45 menit, siang 15 menit, sore 30menit, malam 1 jam.

J.   Jadilah seorang Detektif
Maksudnya adalah, di dalam belajar, anggaplah pelajaran itu sebagai teka-teki yang harus dipecahkan, atau kasus yang sangat sulit untuk diselesaikan.

K.  Mengembangkan materi pelajaran yang ada
Carilah segala hal / pertanyaan yang belum ada dalam soal-soal latihan, dan nantinya bisa ditanyakan langsung. Kembangkanlah materi sebanyak mungkin agar bisa lebih mendalami materi pelajaran.
  
L.  Disiplin dalam segala hal termasuk belajar
Tanpa adanya sebuah kedisiplinan, sepertinya mustahil untuk mencapai hasil yang maksimal. Aturlah belajar dan jalankanlah apa yang sudah direncanakan dengan disiplin tinggi.

M.   Memperkaya Referensi pendukung 
     Untuk mendapatkan referensi pendukung, pada jaman sekarang tidaklah sulit. Ada perpusatakaan sudah tersedia dengan sangat lengkap. Kalau memang anda belum bisa menemukan referensi yang anda inginkan, anda masih bisa menjelajah internet dengan sangat leluasa.


Bukan manusia sempurna, bukan berarti tidak bisa menjadi orangtua yang baik. Merasa diri tidak sempurna, jauh lebih baik karena tidak merasa puas diri. Karena kesombongan adalah awal kejatuhan. Tapi jangan pula merasa rendah diri, depresi, dan terintimidasi.

Khawatir tak cukup cerdas untuk mengajari, tapi keinginan untuk memberi yang terbaik bagi anak akan mendorong kita belajar apa saja demi kepentingannya.

Profesi orangtua dikatakan hebat jika bisa mempraktekkan secara langsung, dengan mencintai. Anak bisa mengajari mencintai dengan segenap jiwa, kekuatan, dan pikiran, bahkan lebih dari kita mengasihi diri sendiri.

Tidak ada sekolah kepribadian di dunia ini yang menawarkan pelajaran-pelajaran pendewasaan diri sebanding dengan anak-anak.

Anak-anak itu bisa mengeluarkan semua potensi terbaik dalam diri kita yang sebelumnya kita tidak sadari tersimpan di sana.

Anak tidak butuh Ayah – Bunda sempurna, tapi yang mencintai mereka tanpa syarat dan mau terus belajar bersama mereka. Dengan bekal cinta yang berpikir dan bertambahnya jam terbang mendampingi anak, semakin mahir menyelaraskan antara teori dan praktek.
Mendidik anak pada hakikatnya adalah mendidik diri sendiri, “Raising Children, Raising Ourselves”.
Sumber : 
Arief S. Sadiman, dkk., 1990, Media Pengajaran : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, CV. Rajawali, Jakarta
Asri Budiningsih, C., 2005, Belajar dan Pembelajaran, Bumik Aksara, Jakarta. hhtp//www.hendryrisjawan.com
Indrawati, M.Pd dan Wawan Setiawan, 2009, Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Diterbitkan oleh PPPPTKIPA.
Ismail SM, M.Ag, 2008, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, Semarang : Rasail Media Group.
Rusman, M.Pd, 2011, Model-Model Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.
id.wikipedia.org
Charlotte Mason, A Thinking Love
   

No comments:

Post a Comment